Senin, 31 Oktober 2011

Instrumen Pengukuran


Mata Kuliah Instrumentasi Industri, Teknik Elektro (D3) UNISMA  Bekasi
 1. Light intensity meter
Teknik yang memerlukan keakuratan pengukuran intensitas cahaya antara lain pengambilan foto dan pembuatan rangkaian elektronik. Film dalam sebuah kamera harus menerima cahaya dalam jumlah cahaya yang tepat suapay diekspos dengan tepat. Untuk mendapatkan gambar yang baik diperlukan alat ukur intensitas cahaya (gambar 1). Alat ukur ini dapat bekerja tanpa menggunakan baterai.
Gambar 1. Light intensity meter
Bermacam-macam satuan pengukuran intensitas cahaya digunakan selama bertahun-tahun. Satuan yang dianjurkan SI adalah lux. Lux berkaitan dengan banyaknya energi cahaya yang jatuh pada suatu permukaan dalam satu detik yang disebut kuat penerangan (iluminasi). Satuan yang berkaitan dengan pancaran cahaya dari sumber cahaya standar adalah kandela. Kuat penerangan sebesar 1 lux dihasilkan oleh suatu sumber cahaya 1 kandela sejauh 1 meter.
Komponen utama pada instrumen ini adalah fotosel; yang resistansi listriknya akan berkurang dengan naiknya intensitas cahaya. Walaupun perubahan  resistansi begitu besar untuk perubahan intensitas cahaya  yang kecil, tetapi resistansi tidak sebanding dengan intensitas cahaya. Ada suatu cara untuk meluruskan  kurva dengan menggunakan suatu rangkaian khusus sehingga meter kumparan putar dapat dipakai untuk memperagakan intensitas cahaya, namun rangkaian ini tidak medah dibuat. Untunglah ada tipe transduser lain yang bisa membantu. Dia dikenal sebagai fotodioda.
Disebut fotodioda karena dua alasan;
pertama kakinya ada dua (dioda) dan arus mengalir padanya dengan mudah dalam satu arah dan sulit dalam arah lainnya.
Kedua, aliran arus pada arah yang sulit dapat berubah dengan adanya perubahan intensitas cahaya.
Yang terpenting untuk arus kecil yang lewat dioda sewaktu dibias terbalik adalah bahwa arus ini sebanding dengan intensitas cahaya apabila tegangan ditahan konstan. Arus bias terbalik sangatlah kecil dan berubah sesuai dengan tingkat pencahayaan dari sekitar 1 nanoamp di tempat gelap (nA atau 10 -9 A) sampai sekitar 1 miliAmp (mA atau 10-3) di tempat terang.

2. Noise intensity meter
Salah satu problem utama dalam mengukur derau adalah pendapat-pendapat yang berbeda tentang apa itu derau dan apakah enak didengar. Derau bagi seseorang mungkin merupakan musik bagi orang lain. Tentu saja, sebuah instrumen yang dipakai untuk mengukur intensitas derau tidak dapat menanggapi penilaian subyektif dan perbedaan psikologis pada setiap orang, meskipun didesain menirukan cara telinga manusia menanggapi frekuensi-frekuensi yang berlainan dan intensitas suara yang berlainan pula. Alat ukur intensitas derau dapat dilihat pada gambar 2.  Instrumen yang didesain untuk mengukur derau harus mempunyai kelakuan logaritmik supaya dapat melakukan respon yang sama seperti halnya telinga manusia. Sayangnya pada telinga kita terdapat karakteristik yang rumit yang harus dimasukkan dalam perhitungan. Karakteristik itu adalah respon frekuensi. Telinga manusia yang normal mampu melakukan respon frekuensi dalam suatu daerah dari 20 Hz sampai 16 Khz. Noise meter didesain untuk memerikan respon seperti pada telinga manusia dengan memasukkan sebuah penguat dalam rangkaian elektroniknya yang memberikan penguatan tegangan yang lebih kecil pada frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Penguat ini dikatakan diberi bobot yang menyenangkan pada frekuensi 1 Khz sampai 4 Khz, sehingga bobot skala tersebut diberi nama dBA pada alat ukur intensitas suara. Untuk nada yang berfrekuensi 100 Hz, efek yang dihasilkan pada noise meter memberikan
pembacaan dBA 19 dB yang lebih rendah daripada tekanan suara seungguhnya.
Gambar 2. Noise intensity meter
Yang pertama dibutuhkan adalah transduser yang mengkonversikan perubahan pada tekanan yang berkaitan dengan suara ke dalam bentuk sinyal listrik yaitu mikropon. Sinyal dari mikropon diumpankan ke dalam penguat elektronik yang menghasilkan penguatan sinyal dari frekuensi 1 KHz sampai frekuensi 4 KHz seperti halnya yang dilakukan oleh telinga kita. Skala yang dihasilkan dikalibrasi dalam dBA. Sebelum meter dioperasikan, sinyal-sinyal listrik berfrekuensi audio ini perlu diolah lebih lanjut. Mereka perlu disearahkan sehingga dapat mengoperasikan meter dc dan mereka juga perlu dilemahkan sehingga sound meter terbaca dalam skala dBA, contoh dari 45 dB sampai 60 dB, dari 55 dB sampai 70 dB dan seterusnya.
Mendesain suatu noise meter yang tidak kasar, berdaya guna serta akurat cukup rumit.

3. Strain gauge
Untuk mengukur perubahan kecil pada benda tegar akibat gaya yang bekerja padanya, maka dipakai transduser yang disebut strain gauge.
Alat Ukur Regangan (Strain gauge) telah digunakan selama bertahun tahun dan merupakan dasar dari elemen untuk berbagai tipe sensor termasuk pressure sensors, load cells, torque sensors, position sensors, dll. Strain gauge diperlihatkan pada gambar 3.  yang terdiri atas lembaran logam tipis yang dihubungkan dengan rangkaian luarnya
Gambar 3. Strain Gauge
Lempengan Strain Gauge ini bekerja dengan cara menempelkannya pada permukaan benda yang akan diukur regangannya. Karena benda membengkok, memanjang atau mengerut, maka demikian pula dengan Strain Gauge. Sekarang bila konduktor logam terentang maka resistansinya akan naik dan bila dia dikompresi maka resistansinya akan berkurang. Kenyataannya resistansi konduktor adalah berbanding lurus dengan panjangnya l dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya A. Resistansi strain gauge pada umumnya berkisar di antara 60 samapai 2000, tapi nilai yang paling umum adalah 120. Saat ini telah diproduksi strain gauge yang memiliki presisi pengukuran yang cukup tinggi yang dikenal sebagai mikro dan optical strain gauge.
Catatan :
Modul lengkap dapat didownload di http://simpatikunisma.net/  (Private untuk  mahasiswa Teknik Elektro UNISMA Bekasi).
Mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah ini , wajib mengerjakan tugas dan kuis di  http://simpatikunisma.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar